Selasa, 06 Mei 2025

Guru yang Mindful: Marah dengan Doa

 Oleh: Dr. Ainun Mahfuzah, M.Pd

Menjadi pendidik berarti siap menghadapi kenyataan bahwa tidak semua hari berjalan sesuai harapan. Ada kalanya siswa datang terlambat tanpa rasa bersalah, ada yang mengganggu temannya saat belajar, bahkan ada yang menjawab dengan nada tinggi ketika dinasihati. Tak jarang pula guru harus menghadapi kebohongan kecil ketika menanyakan tugas atau perilaku anak.

Sebagai guru, tentu ada titik di mana kita merasa lelah, kecewa, dan ingin meluapkan emosi. Tapi kita tahu, marah yang tidak terkontrol bisa melukai lebih dalam daripada kesalahan anak itu sendiri. Maka, bagaimana seharusnya guru merespons?

Salah satu cara terbaik adalah dengan menjadi mindful, menghadirkan kesadaran penuh dalam setiap tindakan. Kesadaran bahwa anak adalah titipan Sang Ilahi, Kesadaran bahwa tugas kita bukan sekadar mengajar, tetapi juga membimbing dan membentuk akhlak. Kesadaran bahwa anak memerlukan kasih sayang, dan melalui kasih sayang itulah kita menjadi teladan yang dikenang sepanjang hayat.

Salah satu praktik sederhana namun bermakna dari guru yang mindful adalah:

“Marah dengan doa”

Bukan berarti berpura-pura baik atau memendam rasa, melainkan mengambil jeda. Menahan lidah dari ucapan yang menyakitkan, menahan tangan dari tindakan yang disesali, dan memilih untuk menyerahkan emosi kepada Allah. Di sinilah pentingnya iman dan fondasi agama yang kuat bagi seorang guru, karena sesungguhnya dalam Islam pun diajarkan:

"Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam bergulat, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika hati mulai kesal, guru bisa menenangkan diri dengan menyampaikan harapan dan doa melalui kata-kata yang disampaikan kepada siswa. Misalnya dengan berkata:

    “Masya Allah, Tabarakallah... Anak-anak Ibu luar biasa.

    Ibu yakin kalian anak-anak cerdas, calon orang hebat yang akan memberi manfaat.

    Yuk, kita belajar lebih sungguh-sungguh hari ini.”

Dan selalu menyempatkan untuk berdoa setiap hari untuk mendoakan para siswa/i:

    "Ya Allah, Engkau titipkan anak-anak ini padaku. Aku ingin menegur, tapi tidak ingin                     menyakiti. Bimbing aku agar marahku tetap mendidik, bukan melukai."

    Mendoakan murid adalah kekuatan tersembunyi dalam profesi guru. Karena sesungguhnya, segala kebaikan yang kita berikan kepada anak didik bukan berasal dari diri kita semata, tetapi atas pertolongan Allah SWT. Marah dengan doa bukan kelemahan, tapi kekuatan jiwa. Dengan doa dapat membuat kita tetap hadir dengan cinta

    Di Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), para mahasiswa dibekali bukan hanya keterampilan mengajar, bukan hanya untuk sekadar menjadi guru di depan kelas, tetapi guru di dalam para hati siswa/I, karena mendidik siswa bukan sekadar tugas profesional, tapi pengabdian dengan fondasi keimanan, penguasaan ilmu pengetahuan, kesabaran, dan cinta. 

Marah dengan doa adalah salah satu wujud nyatanya.

0 comments:

Posting Komentar