Oleh: Dr. Ainun Mahfuzah, M.Pd
Menjadi
pendidik berarti siap menghadapi kenyataan bahwa tidak semua hari berjalan
sesuai harapan. Ada kalanya siswa datang terlambat tanpa rasa bersalah, ada
yang mengganggu temannya saat belajar, bahkan ada yang menjawab dengan nada
tinggi ketika dinasihati. Tak jarang pula guru harus menghadapi kebohongan
kecil ketika menanyakan tugas atau perilaku anak.
Sebagai guru, tentu ada
titik di mana kita merasa lelah, kecewa, dan ingin meluapkan emosi. Tapi kita
tahu, marah yang tidak terkontrol bisa melukai lebih dalam daripada kesalahan
anak itu sendiri. Maka, bagaimana seharusnya guru merespons?
Salah satu cara terbaik
adalah dengan menjadi mindful, menghadirkan kesadaran penuh dalam setiap
tindakan. Kesadaran bahwa anak adalah titipan Sang Ilahi, Kesadaran bahwa tugas
kita bukan sekadar mengajar, tetapi juga membimbing dan membentuk akhlak.
Kesadaran bahwa anak memerlukan kasih sayang, dan melalui kasih sayang itulah
kita menjadi teladan yang dikenang sepanjang hayat.
Salah satu praktik
sederhana namun bermakna dari guru yang mindful adalah:
“Marah
dengan doa”
Bukan berarti
berpura-pura baik atau memendam rasa, melainkan mengambil jeda. Menahan lidah
dari ucapan yang menyakitkan, menahan tangan dari tindakan yang disesali, dan
memilih untuk menyerahkan emosi kepada Allah. Di sinilah pentingnya iman dan
fondasi agama yang kuat bagi seorang guru, karena sesungguhnya dalam Islam pun
diajarkan:
"Bukanlah orang kuat
itu yang menang dalam bergulat, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu
mengendalikan dirinya ketika marah.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Ketika hati mulai kesal,
guru bisa menenangkan diri dengan menyampaikan harapan dan doa melalui
kata-kata yang disampaikan kepada siswa. Misalnya dengan berkata:
“Masya Allah,
Tabarakallah... Anak-anak Ibu luar biasa.
Ibu yakin kalian
anak-anak cerdas, calon orang hebat yang akan memberi manfaat.
Yuk, kita belajar lebih sungguh-sungguh hari ini.”
Dan selalu menyempatkan
untuk berdoa setiap hari untuk mendoakan para siswa/i:
"Ya
Allah, Engkau titipkan anak-anak ini padaku. Aku ingin menegur, tapi tidak
ingin menyakiti. Bimbing aku agar marahku tetap mendidik, bukan melukai."
Mendoakan murid adalah
kekuatan tersembunyi dalam profesi guru. Karena sesungguhnya, segala kebaikan
yang kita berikan kepada anak didik bukan berasal dari diri kita semata, tetapi
atas pertolongan Allah SWT. Marah dengan doa bukan kelemahan, tapi kekuatan
jiwa. Dengan doa dapat membuat kita tetap hadir dengan cinta
Di Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), para mahasiswa dibekali bukan hanya keterampilan mengajar, bukan hanya untuk sekadar menjadi guru di depan kelas, tetapi guru di dalam para hati siswa/I, karena mendidik siswa bukan sekadar tugas profesional, tapi pengabdian dengan fondasi keimanan, penguasaan ilmu pengetahuan, kesabaran, dan cinta.
Marah dengan doa adalah salah satu wujud nyatanya.
0 comments:
Posting Komentar