Oleh: Dr. Ainun Mahfuzah, M.Pd
Bersama para mahasiswa semester 6 PGMI, saya menyadari bahwa menjadi dosen
bukan hanya tentang menyampaikan materi. Lebih dari itu, ini tentang mendampingi
perjalanan tumbuh para calon guru yang kelak akan menjadi pelita bagi anak-anak
madrasah di seluruh pelosok negeri. Pada semester ini, mereka sedang menempuh mata
kuliah Metodologi Penelitian, salah satu syarat penting sebelum mengikuti
seminar proposal skripsi. Bagi saya, mata kuliah ini bukan sekadar belajar
menulis sistematika penelitian. Ia adalah bekal penting untuk melatih daya
pikir ilmiah, menyelami realitas pendidikan madrasah, serta menumbuhkan
keberanian menyuarakan ide dan solusi melalui pendekatan yang bertanggung
jawab.
Menjadi
guru bukan hanya sebagai pengajar, tapi juga pemikir. Bahkan diam yang baik
adalah diam yang berpikir - merenungkan, merancang, dan suatu saat akan
menyuarakan gagasannya untuk kemajuan pendidikan. Membersamai mereka seperti
menyaksikan satu fase penting dalam kehidupan mereka: fase pembentukan
identitas sebagai guru. Sebuah fase yang dalam kajian ilmiah disebut sebagai período
de inserção profissional docente, yaitu masa ketika seorang calon guru
mulai memaknai profesi ini bukan hanya sebagai pekerjaan, tetapi sebagai
panggilan, sebagai bagian dari jati dirinya.
Sebagaimana
ditunjukkan dalam penelitian Demos & Gonçalves (2025), pengalaman awal
seorang guru sangat menentukan arah pengembangan profesional mereka ke depan.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa dukungan lembaga, figur mentor, dan
ruang-ruang refleksi sangat dibutuhkan untuk membantu guru pemula menghadapi
dunia nyata pendidikan yang kompleks. Maka dalam konteks PGMI, tugas kita bukan
hanya membekali mahasiswa dengan ilmu mengajar, tetapi juga dengan kekuatan
mental, nilai kemanusiaan, dan keteguhan prinsip sebagai pendidik.
Saya
bangga menjadi bagian dari proses ini. Untuk kalian yang sedang berproses: teruslah
tumbuh. Dunia madrasah menanti kalian. Dan saya percaya, dengan ilmu dan cinta,
kalian akan menjadi guru yang tak hanya dikenang, tapi juga dirindukan. Di
antara diskusi kelas, tugas, praktik mengajar, dan proses penelitian, mereka
sedang menapaki jalan menjadi pendidik yang bukan hanya menguasai ilmu, tapi
juga memiliki hati yang siap membimbing, merawat, dan menginspirasi.
Sebagaimana
disampaikan dalam penelitian Sukendar dkk. (2019), penguatan karakter peserta
didik dapat dibangun melalui pendekatan teaching-loving-caring yaitu konsep
yang selaras dengan nilai-nilai asah, asih, dan asuh. Di dalamnya
terkandung makna pengembangan intelektual (asah), penanaman nilai kasih
(asih), dan pembentukan kemandirian (asuh). Nilai-nilai inilah
yang secara sadar kami tanamkan dalam proses perkuliahan PGMI.
Bersama
mereka, saya belajar kembali makna menjadi pendidik: bukan hanya mengajar, tapi
hadir secara utuh. Menyentuh akal dan menyapa hati. Memberi ruang untuk tumbuh,
sambil menjaga arah agar tetap lurus pada tujuan yang mulia: mendidik generasi
umat. Semoga kelak, langkah-langkah mereka di madrasah tidak hanya ditapaki
dengan ilmu, tapi juga dengan kasih sayang dan tanggung jawab sebagaimana yang
dicontohkan oleh para pendidik besar yang mewariskan pendidikan dengan cinta seperti
diantaranya Ki Hajar Dewantara (Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun
karsa, dan Tut wuri handayani).
Saya
berharap setelah perkuliahan ini selesai, semoga ilmu yang telah saya bagikan
dapat menjadi berkah bagi perjalanan mereka. Dan dari lubuk hati saya yang
terdalam, doa saya akan selalu menyertai mereka, semoga mereka kelak menjadi
pendidik yang lebih hebat, lebih bijaksana, dan lebih bermanfaat di masa depan.
Foto ini adalah
pengingat: bahwa proses mendidik tidak pernah sendiri. Kita tumbuh bersama,
belajar bersama, dan berdoa agar bisa bermakna bersama