Senin, 19 Mei 2025

Puisi karya Abdurrahman, mahasiswa Semester IV PGMI STAI Al Falah Banjarbaru

 STAI AL - FALAH banjarbaru

Di tanah kalimantan, kota banjarbaru, 

Berdiri megah, STAI Al Falah

Cahaya ilmu bersemayam.

Menara ilmu menjulang tinggi,


Menuntun langkah, menuju insan yang berilmu.

Di aula suci, lantunan ayat mengalun,

Mengajak bertadabbur, hati dan pikiran.

Para mahasiswa bersemangat belajar,

Mencari ridho Ilahi, cita-cita pun tergapai.

 

Dengan didikan para Dosen yang bijak,

Ilmu agama terpatri di jiwa yang suci.

Karakter mulia tertanam kuat,

Membangun bangsa yang berakhlak dan beriman.

 

STAI Al Falah, tempat ilmu dan amal,

Menghasilkan generasi, penerus peradaban.

Semoga terus jaya, memajukan negeri,

Dalam ridho Ilahi, langkahmu pasti teguh.

Penulis: Abdurrahman siswa semester IV PGMI Stai Alfalah, mei, 2025


Sabtu, 10 Mei 2025

Opini Reflektif: Menjadi Bagian dari Perjalanan Calon Guru Madrasah Ibtidaiyah

        

Oleh: Dr. Ainun Mahfuzah, M.Pd        

            Bersama para mahasiswa semester 6 PGMI, saya menyadari bahwa menjadi dosen bukan hanya tentang menyampaikan materi. Lebih dari itu, ini tentang mendampingi perjalanan tumbuh para calon guru yang kelak akan menjadi pelita bagi anak-anak madrasah di seluruh pelosok negeri. Pada semester ini, mereka sedang menempuh mata kuliah Metodologi Penelitian, salah satu syarat penting sebelum mengikuti seminar proposal skripsi. Bagi saya, mata kuliah ini bukan sekadar belajar menulis sistematika penelitian. Ia adalah bekal penting untuk melatih daya pikir ilmiah, menyelami realitas pendidikan madrasah, serta menumbuhkan keberanian menyuarakan ide dan solusi melalui pendekatan yang bertanggung jawab.

Menjadi guru bukan hanya sebagai pengajar, tapi juga pemikir. Bahkan diam yang baik adalah diam yang berpikir - merenungkan, merancang, dan suatu saat akan menyuarakan gagasannya untuk kemajuan pendidikan. Membersamai mereka seperti menyaksikan satu fase penting dalam kehidupan mereka: fase pembentukan identitas sebagai guru. Sebuah fase yang dalam kajian ilmiah disebut sebagai período de inserção profissional docente, yaitu masa ketika seorang calon guru mulai memaknai profesi ini bukan hanya sebagai pekerjaan, tetapi sebagai panggilan, sebagai bagian dari jati dirinya.

Sebagaimana ditunjukkan dalam penelitian Demos & Gonçalves (2025), pengalaman awal seorang guru sangat menentukan arah pengembangan profesional mereka ke depan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa dukungan lembaga, figur mentor, dan ruang-ruang refleksi sangat dibutuhkan untuk membantu guru pemula menghadapi dunia nyata pendidikan yang kompleks. Maka dalam konteks PGMI, tugas kita bukan hanya membekali mahasiswa dengan ilmu mengajar, tetapi juga dengan kekuatan mental, nilai kemanusiaan, dan keteguhan prinsip sebagai pendidik.

Saya bangga menjadi bagian dari proses ini. Untuk kalian yang sedang berproses: teruslah tumbuh. Dunia madrasah menanti kalian. Dan saya percaya, dengan ilmu dan cinta, kalian akan menjadi guru yang tak hanya dikenang, tapi juga dirindukan. Di antara diskusi kelas, tugas, praktik mengajar, dan proses penelitian, mereka sedang menapaki jalan menjadi pendidik yang bukan hanya menguasai ilmu, tapi juga memiliki hati yang siap membimbing, merawat, dan menginspirasi.

Sebagaimana disampaikan dalam penelitian Sukendar dkk. (2019), penguatan karakter peserta didik dapat dibangun melalui pendekatan teaching-loving-caring yaitu konsep yang selaras dengan nilai-nilai asah, asih, dan asuh. Di dalamnya terkandung makna pengembangan intelektual (asah), penanaman nilai kasih (asih), dan pembentukan kemandirian (asuh). Nilai-nilai inilah yang secara sadar kami tanamkan dalam proses perkuliahan PGMI.

Bersama mereka, saya belajar kembali makna menjadi pendidik: bukan hanya mengajar, tapi hadir secara utuh. Menyentuh akal dan menyapa hati. Memberi ruang untuk tumbuh, sambil menjaga arah agar tetap lurus pada tujuan yang mulia: mendidik generasi umat. Semoga kelak, langkah-langkah mereka di madrasah tidak hanya ditapaki dengan ilmu, tapi juga dengan kasih sayang dan tanggung jawab sebagaimana yang dicontohkan oleh para pendidik besar yang mewariskan pendidikan dengan cinta seperti diantaranya Ki Hajar Dewantara (Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, dan Tut wuri handayani).

Saya berharap setelah perkuliahan ini selesai, semoga ilmu yang telah saya bagikan dapat menjadi berkah bagi perjalanan mereka. Dan dari lubuk hati saya yang terdalam, doa saya akan selalu menyertai mereka, semoga mereka kelak menjadi pendidik yang lebih hebat, lebih bijaksana, dan lebih bermanfaat di masa depan.

    Foto ini adalah pengingat: bahwa proses mendidik tidak pernah sendiri. Kita tumbuh bersama, belajar bersama, dan berdoa agar bisa bermakna bersama

Selasa, 06 Mei 2025

Guru yang Mindful: Marah dengan Doa

 Oleh: Dr. Ainun Mahfuzah, M.Pd

Menjadi pendidik berarti siap menghadapi kenyataan bahwa tidak semua hari berjalan sesuai harapan. Ada kalanya siswa datang terlambat tanpa rasa bersalah, ada yang mengganggu temannya saat belajar, bahkan ada yang menjawab dengan nada tinggi ketika dinasihati. Tak jarang pula guru harus menghadapi kebohongan kecil ketika menanyakan tugas atau perilaku anak.

Sebagai guru, tentu ada titik di mana kita merasa lelah, kecewa, dan ingin meluapkan emosi. Tapi kita tahu, marah yang tidak terkontrol bisa melukai lebih dalam daripada kesalahan anak itu sendiri. Maka, bagaimana seharusnya guru merespons?

Salah satu cara terbaik adalah dengan menjadi mindful, menghadirkan kesadaran penuh dalam setiap tindakan. Kesadaran bahwa anak adalah titipan Sang Ilahi, Kesadaran bahwa tugas kita bukan sekadar mengajar, tetapi juga membimbing dan membentuk akhlak. Kesadaran bahwa anak memerlukan kasih sayang, dan melalui kasih sayang itulah kita menjadi teladan yang dikenang sepanjang hayat.

Salah satu praktik sederhana namun bermakna dari guru yang mindful adalah:

“Marah dengan doa”

Bukan berarti berpura-pura baik atau memendam rasa, melainkan mengambil jeda. Menahan lidah dari ucapan yang menyakitkan, menahan tangan dari tindakan yang disesali, dan memilih untuk menyerahkan emosi kepada Allah. Di sinilah pentingnya iman dan fondasi agama yang kuat bagi seorang guru, karena sesungguhnya dalam Islam pun diajarkan:

"Bukanlah orang kuat itu yang menang dalam bergulat, tetapi orang yang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika hati mulai kesal, guru bisa menenangkan diri dengan menyampaikan harapan dan doa melalui kata-kata yang disampaikan kepada siswa. Misalnya dengan berkata:

    “Masya Allah, Tabarakallah... Anak-anak Ibu luar biasa.

    Ibu yakin kalian anak-anak cerdas, calon orang hebat yang akan memberi manfaat.

    Yuk, kita belajar lebih sungguh-sungguh hari ini.”

Dan selalu menyempatkan untuk berdoa setiap hari untuk mendoakan para siswa/i:

    "Ya Allah, Engkau titipkan anak-anak ini padaku. Aku ingin menegur, tapi tidak ingin                     menyakiti. Bimbing aku agar marahku tetap mendidik, bukan melukai."

    Mendoakan murid adalah kekuatan tersembunyi dalam profesi guru. Karena sesungguhnya, segala kebaikan yang kita berikan kepada anak didik bukan berasal dari diri kita semata, tetapi atas pertolongan Allah SWT. Marah dengan doa bukan kelemahan, tapi kekuatan jiwa. Dengan doa dapat membuat kita tetap hadir dengan cinta

    Di Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), para mahasiswa dibekali bukan hanya keterampilan mengajar, bukan hanya untuk sekadar menjadi guru di depan kelas, tetapi guru di dalam para hati siswa/I, karena mendidik siswa bukan sekadar tugas profesional, tapi pengabdian dengan fondasi keimanan, penguasaan ilmu pengetahuan, kesabaran, dan cinta. 

Marah dengan doa adalah salah satu wujud nyatanya.

Jumat, 02 Mei 2025

Menjadi Guru MI: Bukan Sekedar Profesi Tapi Jalan Mengabdi dan Meraih Ridho Ilahi

oleh: Dr. Ainun Mahfuzah, M.Pd
        Menyelami dunia anak-anak Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah pengalaman yang kaya makna, sebuah perjalanan yang membangun kesadaran dan pemahaman tentang bagaimana cara mereka belajar, tumbuh, dan berkembang. Anak-anak di MI bukan hanya sedang belajar membaca dan berhitung, tetapi juga sedang menyerap nilai-nilai kehidupan, spiritualitas, dan karakter dalam setiap langkah kecil mereka. Di sinilah peran Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) menjadi sangat strategis.
    
        PGMI bukan sekadar perkuliahan yang membekali mahasiswa dengan keterampilan mengajar, tetapi juga menyiapkan calon pendidik yang mampu membimbing dengan ilmu pengetahuan, mendidik dengan hati yang penuh kesabaran, memotivasi dengan keteladanan, serta menjalankan nilai-nilai religi dalam keseharian. Melalui PGMI, mahasiswa diajak untuk memahami pendekatan pendidikan yang terpadu antara ilmu umum dan nilai-nilai keislaman. Mereka mempelajari psikologi umum, psikologi perkembangan anak, pengembangan media pembelajaran, aritmetika, geometri, serta metode dan strategi mengajar berbagai mata pelajaran umum seperti IPAS, Pendidikan Pancasila, juga mata pelajaran keislaman seperti Qur’an Hadis, Fiqih, Akidah Akhlak, hingga Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. 

        Profesi guru MI adalah pilihan hidup, bukan sekadar pekerjaan. Di tangan guru MI, masa depan generasi muslim Indonesia dibentuk: generasi yang cerdas secara intelektual, kuat secara spiritual, dan luhur secara moral. Maka, memilih PGMI bukan hanya langkah akademik, tetapi juga komitmen membangun peradaban Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
 
PGMI bukan sekadar perkuliahan untuk mencari pekerjaan,
tetapi bekal untuk hidup sebagai manusia, bekal menjadi guru terbaik bagi siswa,
dan bekal untuk menghadapi kehidupan nyata.